Kamis, 26 Januari 2012

DILEMA MAPEL SENI BUDAYA

Keberadaan Mata Pelajaran Seni Budaya di Sekolah Menengah Pertama, seperti keberadaan Mata Pelajaran Lain selain empat Mata Pelajaran yang Di Uji Nasionalkan ibarat pepatah hanya sebagai PELENGKAP PENDERITA. Hal ini semakin dipertegas dengan Kebijakan Baru terkait dengan KRITERIA KELULUSAN Siswa untuk tahun pelajaran 2011 - 2012 yang menggariskan bahwa 60 % Kelulusan siswa juga ditentukan oleh Mata Pelajaran yang di Ujikan dalam Ujian Sekolah dan juga diambilkan dari Nilai Raport semester 1 s/d semester 5. Dengan Kebijakan ini Stakeholder sekolah mencoba MEMBIJAKSANA-i dengan perhitungan yang terkesan dipaksakan bahwa nilai minimal untuk semester 1 s/d semester 5 mata pelajaran Non Nas (termasuk Mapel Seni Budaya) = 8 (delapan).

Dengan Fenomena diatas mengakibatkan Pembelajaran Mata Pelajaran Seni Budaya menjadi terkesan ASAL-ASAL-an. Sifat Mata Pelajaran Seni Budaya Sesuai dengan Standar Isi  mengamanahkan terbentuknya insan yang Multilingual, Multidimensional dan Multikultural hanya sekedar SLOGAN yang syarat MAKNA tetapi TANPA AKTUALISASI.

Pentingnya Pendidikan Seni dalam Kurikulum Pendidikan Umum telah diungkapkan oleh Aristoteles yang kemudian dipertegas oleh Richard Mulcaster dan diikuti Pestalozzi (1746 - 1827) (Sutopo dalam Nadhiputro, 1990 : 5)

Dalam makalah Seminar tentang "Pendidikan Seni Masa Kini" HB. Sutopo menyatakan "kehadiran seni memang tidak terlepas dari kehidupan dan perkembangan manusia, ia merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus ada. Seni hadir sebagai kelengkapan hidup dan pengembangan manusia (Sutopo dalam Setjoatmodjo, 1987 : 2)

Ralp. L. Wickiser dalam buku " An Introduction To Art Education " menggaris bawahi bahwa "Pentingnya Seni bagi kehidupan dan pendidikan antara lain" :
1. Seni mdmbantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Seni membina perkembangan Estetis.
3. Seni membantu kita untuk hidup secara sempurna.
(Ralph. L. Wickiser, 1990 : 7 - 22)

Menyadari pentingnya Pendidikan Seni dalam Kurikulum Pendidikan Umum, maka pemerintah dalam Kurikulum 1968 mulai mengenalkan seni sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan disekolah umum. Kemudian pada Kurikulum 1975 Pendidikan Kesenian diperkenalkan disemua jenjang Pendidikan Umum (TK, SD, SMTP, SMTA). Kurikulum 1975 inilah yang memasukkan seni tari dan seni drama kedalam kurikulum sdkolah umum selain seni musik dan seni rupa. Sembilan tahun kemudian lahir kurikulum 1984 yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975 (Graha dalam Warta Scienta, 1990 : 16).

Kurikulum Pendidikan dasar SLTP 1994 mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian merupakan hasil tinjauan dan kajian ulang terhadap kurikulum pendidikan seni 1984 yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 1994/1995 (Keputusan Mendikbud RI No. 060/U/93).

Tahun 2004 Departemen Pendidikan Nasional menggariskan bahwa mulai tahun ajaran 2004 / 2005 Pendidikan Dasar dan Menengah menerapkan Kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum 2004 yang selanjutnya pada tahun 2006 kurikulum tersebut disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

to be continued sob ........

3 komentar:

  • Anonim says:
    27 Januari 2012 pukul 19.32

    Ditunggu kelanjutannya pak Guru, hmm koreksi harusnya stakeholder, bukan steak holder, hehehe

    maturnuwun sudah mampir di blog saya pak Guru :)
    www.yuanadesukma.wordpress.com

    jempol

  • Herminto P says:
    29 Januari 2012 pukul 04.09

    he ... he ... yang teringat kan makanan favorit mai waif, so ..akhire yang muncul ya STEAK ... ( dalam upaya pembelaan diri walo nyata terkesan DIPAKSAKAN ). Saya akan terus share ke Blog panjenengan Dok, cos banyak hal yang saya dapatkan dari sana, terimakasih

  • Sri Kuncoro SP says:
    20 Juni 2012 pukul 02.31

    Fenomena yang sama dirasakan di Sanggar MTsN Model Babakan... Semoga, kelak mata pelajaran Seni Budaya bisa disampaikan dengan baik lagi dan lebih bermanfaat...

Posting Komentar